BAB 9
PENILAIAN PRESTASI
KERJA
PENGERTIAN PENILAIAN
PRESTASI KERJA
Penilaian
Prestasi Kerja (PPK) adalah “suatu cara dalam melakukan evaluasi terhadap
prestasi kerja para pegawai dengan serangkaian tolok ukur tertentu yang
obyektif dan berkaitan langsung dengan tugas seseorang serta dilakukan secara
berkala”.
Sebagaimana
yang dikemukakan oleh French (1986), PPK pada dasarnya merupakan kajian
sistematik tentang kondisi kerja pegawai yang dilakukan secara formal. Menurut
French, kajian kondisi kerja ini haruslah dikaitkan dengan standar kerja yang
dibangun, baik itu standar proses kerja maupun standar hasil kerja. Tidak kalah
pentingnya, organisasi harus mengkomunikasikan penilaian tersebut kepada
pegawai yang bersangkutan.
Dengan
demikian sasaran yang menjadi obyek penilaian adalah kecapakan/kemampuan
pegawai melaksanakan suatu tugas/pekerjaan yang diberikan, penampilan atau
perilaku dalam melaksanakan tugas, sikap dalam menjalankan tugas, cara yang
digunakan dalam melaksanakan tugas, ketegaran jasmani dan rohani di dalam
menjalankan tugas, dan sebagainya.
Penilaian
atau investasi kerja juga sering dilakukan secara informal oleh supervisoratau
atasan terhadap bawahannya. Bedanya, penilaian yang informal tersebut adalah
spontanitas dari supervisor atau atasan dan tidak dirancang
secara khusus sebagimana halnya PPK. Selain itu penilaian atau evaluasi kerja
secara informal cenderung lebih ke arah memperbaiki pekerjaan keseharian dari
pada penilaian terhadap kemampuan atau perilaku kerja pegawai. Sedangkan PPK
adalah kajian kondisi pegawai dengan rancangan dan metode khusus.
BEBERAPA TUJUAN
PENILAIAN PRESTASI KERJA
PPK dapat
digunakan untuk berbagai tujuan. Beberapa Tujuan Umum penggunaan
PPK dalan organisasi industri maupun non indutri adalah :
·
Peningkatan
imbalan (dengan system merit),
·
Feed back/umpan balik bagi pegawai yang bersangkutan,
·
Promosi,
·
PHK atau
pemberhentian sementara,
·
Melihat
potensi kinerja pegawai,
·
Rencana
suksesi,
·
Transfer/pemindahan
pegawai
·
Perencanaan
pengadaan tenaga kerja
·
Pemberian
bonus
·
Perencanaan
karier
·
Evaluasi
dan pengembangan Diklat
·
Komunikasi
intenal
·
Kriteria
untuk validasi prosedur suksesi
·
Kontrol
pengeluaran.
Secara
garis besar terdapat dua Tujuan Utama PPK, yaitu :
a. Evaluasi terhadap
tujuan (goal) organisasi, mencakup :
·
Feedback pada pekerjaan untuk mengetahui di mana posisi mereka.
·
Pengembangan
data yang valid untuk pembayaran upah/bonus dan keputusan promosi serta
menyediakan media komunikasi untuk keputusan tersebut.
·
Membantu
manajemen membuat keputusan pemberhentian sementara atau PHK dengan memberikan
“peringatan” kepada pekerja tentang kinerja kerja mereka yang tidak memuaskan.
(Michael Beer dalam French, 1986).
b. Pengembangan tujuan
(goal) organisasi, mencakup :
·
Pelatihan
dan bimbingan pekerjaan dalam rangka memperbaiki kinerja dan pengembangan
potensi di masa yang akan datang.
·
Mengembangkan
komitmen organisasi melalui diskusi kesempatan karier dan perencanaan karier.
·
Memotivasi
pekerja
·
Memperkuat
hubungan atasan dengan bawahan.
·
Mendiagnosis
problem individu dan organisasi.
OBYEK PENILAIAN
PRESTASI KERJA
·
Hasil
kerja individu
Jika
mengutamakan hasil akhir, maka pihak manajemen melakukan penilaian prestasi
kerja dengan obyek hasil kerja individu. Biasanya berlaku pada bagian produksi
dengan indikator penilaian output yang dihasilkan, sisa dan biaya per-unit yang
dikeluarkan.
·
Perilaku
Untuk
tugas yang bersifat instrinsik, misalnya sekretaris atau manajer, maka
penilaian prestasi kerja ditekankan pada penilaian terhadap perilaku, seperti
ketepatan waktu memberikan laporan, kesesuaian gaya kepemimpinan, efisiensi dan
efektivitas pengambilan keputusan, tingkat absensi.
·
Sifat
Merupakan
obyek penilaian yang dianggap paling lemah dari kriteria penilaian prestasi
kerja, karena sulit diukur atau tidak dapat dihubungkan dengan hasil tugas yang
positif, seperti sikap yang baik, rasa percaya diri, dapat diandalkan, mampu
bekerja sama.
PENGARUH PENILAIAN PRESTASI KERJA
a. Terhadap Individu
Hasil PPK
dapat berpengaruh positif maupun negatif terhadap moral kerja pekerja. Hal ini
dimungkinkan mengingat peranan hasil PPK yang dapat digunakan untuk berbagai kepentingan
manajemen SDM.
Cara
pandang pegawai terhadap PPK dan penggunaan hasil PPK menentukan positif atau
negatif pengaruh PPK pada pegawai yang bersangkutan. Sebagai contoh, jika PPK
lebih dipandang sebagai kritik dari pada pertolongan perusahaan
terhadap pegawai. Maka PPK akan menumbuhkan rasa “was-was” pada diri pegawai
yang bersangkutan saat dilakukan PPK atau penerapan hasil PPK. Perasaan was-was
ini pada gilirannya akan menurunkan semangat kerja. Sebaliknya jika PPk lebih
dipandang sebagai pertolongan atau pemberian kesempatan
pengembangan diri dari pada kritik, maka PPK akan membuat pegawai
yang bersangkutan bertambah giat dan selalu berupaya mengembangkan
kreativitasnya di dalam melaksanakan pekerjaannya.
Dengan demikian sisi
pandang atau interprestasi pegawai terhadap PPK merupakan hal yang mendasari
baik buruknya akibat perubahan sikap/moral pekerja setelah menerima hasil PPK.
Karenanya pemilihan metode yang tepat dengan tolok ukur yang tepat serta waktu
yang tepat merupakan kunci yang dapat mengeliminir kecurigaan pegawai terhadap
subyektivitas penilai saat melakukan PPK.
b. Terhadap Organisasi
PPK
mempengaruhi orgnisasi, khususnya pada proses kegiatan SDM. Sebagaimana halnya
dengan pengaruh PPK terhadap individu, informasi hasil penilaian merupakan
umpan balik sukses tidanya fungsi personalia. Besar kecilnya pengaruh PPK pada
organisasi tergantung sedikit banyaknya pada informasi yang didapat dari hasil
PPK tersebut. PPK yang komprehensif dapat menghasilkan informasi yang cukup.
Informasi yang bisa didapat antara lain rekrutmen, seleksi, orientasi,
kebutuhan diklat dan sebagainya.
Jika
sejumlah besar pegawai menerima hasil PPK dengan nilai buruk, maka dapat diduga
kemungkinan adanya kelalaian atau kesalahan program perencanaan SDM pada
organisasi yang bersangkutan. Atau kungkin hal tersebut terjadi akibat target goal yang
ditetapkan terlalu tinggi, sementara kemampuan pegawai dan/atau fasilitas yang
ada pada organisasi tersebut belum memungkinkan untuk mencapai target goal terebut.
Selain
untuk mengevaluasi program manajemen SDM. PPK juga dapat digunakan untuk
mengembangkan SDM organisai seperti promosi, kenaikan upah, bonus, pelatihan
dan sebagainya. Dengan perkataan lain, hasil Penilaian Prestasi Kerja dapat
digunakan untuk mengevaluasi dan mengembangkan SDM saat ini serta mengkaji
kemampuan organisasi untuk menentukan kebutuhan SDM di masa yang akan datang.
METODE PENILAIAN
PRESTASI KERJA
Pendekatan
yang dilakukan dalam penilaian prestasi kerja pegawai sangat banyak. Dari
sekian banyak metode yang digunakan dapat dikelonpokkan menjadi dua bagian,
yaitu 1) metode yang berorientasi masa lalu, seperti : Skala Grafik
dengan Rating, Metode Ceklis (Checklist), Metode Essai,
Metode Pencatatan Kejadian Kritis, dan Metode Wawancara; dan 2) metode yang berorientasi
masa depan, yakni penilaian diri, tes psikologi, MBO, dan pusat penilaian.
A. Metode Penilaian Yang
Berorientasi Masa Lalu
1) Skala Grafik
Dengan Rating
Skala
grafik dengan rating atau juga dikenal dengan metode rating konvensional,
adalah metode yang banyak digunakan. Terdapat banyak versi tentang metode ini
namun semuanya berfokus pada perilaku spesifik atau karakteristik pegawai yang
berkaiatan dengan kinerja kerja. Contoh skala Rating dapat dilihat pada gambar
di bawah ini. Dalam versi terbaru skala grafik dengan rating perilaku spesifik
pegawai diuraikan kembali berdasarkan perbedaan tingkatan dan perbedaan
departemen/bagian pekerjaan untuk masing-masing karakteristik. Kelemahan metode
ini adalah perilaku yang dinilai tidak spesifik dan penilai cenderung
memberikan nilai rata-rata.
2) Metode Checklist
Metode checklist adalah
metode PPK dengan cara memberi tanda (V) pada uraian perilaku negatif atau
positif pegawai/karyawan yang namanya tertera dalam daftar. Masing-msing
perilaku tersebut diberi bobot nilai. Besarnya bobot nilai tergantung dari
tingkat kepentingan perilaku tersebut terhadap suksesnya suatu pekerjaan.
Perhatikan contoh berikut :
Keuntungan dari metode ini
mudah untuk digunakan dan dapat menghindari kecenderungan pemberian nilai
rata-rata atau pemberian nilai karena kemurahan hati. Namun karena keharusan
adanya relevansi antara item perilaku yang terdaftar dalam
penilaian prestasi dengan pekerjaan yang dilaksanakan, maka dibutuhkan keahlian
khusus untuk membangun sejumlah item perilaku yang berbeda
untuk jenis pekerjaan dan tingkatan yang berbeda. Oleh karena itu dibutuhkan
bantuan tenaga profesional yang andal di bidang ini. Ketidakandalan dalam
membuat itemperilaku dan kesesuaian bobot nilai masing-masing item dapat
mengakibatkan ketidaksesuaian di dalam pemberian ukuran-ukuran item.
Akibatnya para supervisor kesulitan di dalam mengiterprestasikan
hasilnya.
3) Metode Esai
Pada
metode ini, penilai menuliskan sejumlah pertanyaan terbuka yang terbagi dalam
beberapa kategori. Beberapa kategori pertanyaan terbuka yang biasa digunakan :
1.
Penilaian
kinerja seluruh pekerjaan.
2.
Kemungkinan
pekerja dipromosikan
3.
Kinerja
kerja pegawai saat ini
4.
Kekuatan
dan kelemahan pegawai
5.
Kebutuhan
tambahan training
Pendekatan
ini memberikan fleksibilitas pada penilaian dengan tidak memasyarakatkan
perhatian khusus pada sejumlah faktor. Di sisi lain karena metode ini
menggunakan pertanyaan yang sangat terbuka, maka penilai akan kesulitan untuk
membandingkan dan menilai jawaban-jawaban dari pertanyaan tersebut.
keberhasilan metode ini juga sangat tergantung pada kemampuan dan kriativitas supervisor dalam
mengajukan pertanyaan untuk mendapatkan jawaban yang benar-benar dapat mewakili
kondisi pegawai yang dinilai.
4) Metode
Pencatatan Kejadian Kritis
Metode
pencatatan kejadian yang kritis adalah Penilaian Prestasi Kerja yang
menggunakan pendekatan dengan menggunakan catatan-catatan yang menggambarkan
perilaku karyawan yang sangat baik atau yang sangat buruk. Perhatikan contoh
berikut :
5) Metode Wawancara
Selain
kelima metode di atas, PPK pegawai juga dapat dilakukan dengan cara Wawancara.
Maksud dari penggunaan cara wawancara ini adalah agar pegawai mengetahui posisi
dan bagaimana cara kerja mereka.
Selain itu wawancara juga
dimaksudkan untuk :
a.
Mendorong
perilaku positif.
b.
Menerangkan
apa target/sasaran yang diharapkan dari pegawai.
c.
Mengkomunikasikan
masalah-masalah yang berkaitan dengan upah dan promosi.
d.
Rencana
memperbaiki kinerja di masa yang akan datang.
e.
Memperbaiki
hubungan antara atasan dengan bawahan.
B. Metode Penilaian Yang
Berorientasi Masa Depan
a) Penilaian Diri (self
appraisal)
Metode
ini menekankan adanya penilaian yang dilakukan karyawan terhadap diri sendiri
dengan tujuan melihat potensi yang dapat dikembangkan dari diri mereka.
b) Tes
Psikologi
Biasanya
dilakukan dalam bentuk wawancara mendalam, tes psikologi, diskusi, review
terhadap hasil evaluasi pekerjaan karyawan. Tes ini dilakukan oleh psikolog
untuk mengetahui potensi karyawan yang dapat dikembangkan dimasa datang.
Beberapa tes psikologi yang dapat dilakukan, seperti tes intelektual, emosi,
motivasi.
c) Management
By Objectives (MBO)
Management
By Objectives (MBO) yang
diperkenalkan oleh Peter Drucker adalah sistem yang menggambarkan kajian
tentang target/sasaran yang hendak dicapai berdasarkan
kesepakatan antara supervisor dan bawahannya. Kajian tentang
bagaimana baiknya bawahan berprestasi selalu ditinjau ulang dan dilakukan
secara periodik. Uji coba selalu dibuat untuk menuliskan target/sasaran dari
segi kuantitas. Para ahli percaya bahwa target/sasaran dapat
dan selayaknya ditetapkan secara kuantitatif.
Persyaratan Pelaksanaan
Metode MBO
Untuk
melaksanakan penilaian dengan metode MBO, secara umum terdapat sejumlah
ketentuan yang harus dilaksanakan yaitu :
1.
Supervisor dan bawahan sama-sama menyetujui elemen target pekerjaan
bawahan yang akan dinilai periode tertentu (6 bulan atau 1 tahun).
2.
Bawahan
sungguh-sungguh melakukan kegiatan untuk mencapai masing-masing target.
3.
Selama
periode tersebut bawahan secara periodik mereview perkembangan
pekerjaan ke arah target yang akan dicapai.
4.
Pada
akhir periode, supervisor dan bawahan sama-sama mengevaluasi
hasil pencapaian target.
Keuntungan MBO
Keuntungan
terbesar dari metode MBO adalah teredianya target/sasaran panilaian
kinerja yang merupakan kesepakatan antara supervisor dan bawahannya. Pada
tingkat individu, MBO dapat menjadikan pegawai melakukan kontrol diri,
membangun kepercayaan diri, memotivasi diri, memperbaiki kinerja, mengembangkan
masa depan dan mempunyai pengetahuan penuh tentang kriteria yang akan
dievaluasi.
Pada
tingkatan sehubungan interpersonal, MBO dapat meningkatkan hubungan antara
bawahan dengan atasan, memperbaiki komunikasi, dan menyediakan kerangka kerja (framework)
yang lebih baik. Pada tingkat organisasi, perbaikkan kinerja kerja secara
keseluruhan, teridentifikasinya potensi manajemen dan kebutuhan pengembangan,
koordinasi sasaran/target yang lebih baik, dan terkuranginya
duplikasi serta overlapping tugas dan aktivitas merupakan
keuntungan yang bisa didapat dari metode MBO.
Kelemahan MBO
Pendekatan
MBO bukanlah metode yang paling sempurna. MBO efektif bila sistematis dapat
menyatukan setting target yang dibuat oleh individu dan
organisasi. Target yang dihasilkan bersama antara supervisor dan
bawahan dengan sendirinya berbeda dengan target yang telah ditetapkan
organisasi. Dengan demikian MBO juga merupakan autocritic organisasi.
Salah
satu kelemahan MBO adalah : membutuhkan waktu yang cukup lama hingga terkesan
terjadi pemborosan waktu. Beberapa masalah yang mungkin timbul
akibat diterapkannya metode MBO adalah:
1.
Terlalu
banyak tekanan pada ukuran tujuan kuantitatif dapat membawa pada pengabaian
tanggung jawab penting lainnya.
2.
Tekanan
pada kuantitas mungkin akan mengorbankan kualitas.
3.
Jika
evaluasi didasarkan pada kesepakatan hasil yang dicapai, maka bawahan secara
sengaja atau tidak sengaja menset target yang rendah sebagai hasil yang mereka
capai.
4.
Memungkinkan
adanya tendensi mengadopsi target/tujuan yang dianggap penting oleh bawahan
yang dominan.
5.
Penyedia
(supervisor) dapat mengasumsikan tidak ada Latihan dan Bimbingan.
Tim MBO
Dalam
membangun dan mengembangkan target/sasaran, program MBO kebanyakan
menggunakan sistem one-on-one antara supervisor dengan
bawahan. Pada kebanyakan instansi, sistem one-on-one tidak
dapat dilaksanakan pada kebanyakan pekerjaan yang sifatnya interpenden,
terutama pada tingkat manajer dan supervisor. Baik manajer maupun supervisor kesulitan
bila harus melakukan one-on-one pada seluruh bawahannya untuk
membangun dan mengkaji ulang target/sasaran yang hendak
dicapai. Di samping memakan waktu yang cukup lama, juga akan mengganggu
kegiatan kerja. Karenanya pada kabanyakan instansi, metode MBO ini dilakukan
dengan menggunakan pendekatan tim untuk mengkaji ulang target-target tersebut.
proses MBO dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
d)
Pusat Penilaian (Assesment Centre)
Merupakan
lembaga pusat penilaian prestasi kerja, dimana lembaga tersebut berfungsi
melakukan penilaian prestasi kerja terhadap karyawan suatu perusahaan. Lembaga
ini biasanya telah memiliki berbagai bentuk metode penilaian karyawan yang
telah ditandarisasi, seperti tes psikologi, diskusi, wawancara, simulasi.
PENILAI , VALIDITAS &
RELIABILITAS DALAM PPK
Sebagimana
diungkapkan di atas, departemen SDM atau personalia berperan di dalam membuat
rencana rancangan, memilih metode yang akan digunakan, serta memilih siapa yang
akan menilai karyawan. Keputusan yang diambil oleh Departemen SDM atau
personalia sangat berpengaruh pada hasil PPK. Rancangan yang salah dan/atau
pemilihan metode serta penilai yang salah akan mengakibatkan kesalahan informasi
yang didapat dari hasil PPK. Dengan perkataan lain, informasi hasil prestasi
kerja dapat menjadi tidak absah (invalid) dan tidak dipercaya (unreliable).
Dengan
demikian selain metode Penilaian Prestasi Kerja yang digunakan, maka untuk
mengembangkan atau merancang PPK perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1) Pemilihan Penilai, 2) Validitas (benar) dan 3) Reliabilitas (dapat
dipercaya).
A. Pemilihan Penilai
Memutuskan
siapa yang akan mengevaluasi pegawai adalah sesuatu yang sangat penting dalam
merancang program penilaian prestasi. Secara umum diakui bahwa penilaian oleh
penyelia (supervisor) sangat dilakukan dengan mengkombinasikan penilaian supervisor dan nonsupervisor. Langkah
tersebut diambil untuk menghindari subyektivitas dan/atau kesalahan yang
mungkin terjadi bila penilai hanya supervisor atau atasan
pegawai yang bersangkutan saja. Untuk DP3 pegawai negeri, penilai selain atasan
langsung juga atasan dari atasan pegawai yang bersangkutan.
Menurut French (1986)
penilai dapat terdiri dari :
a. Supervisor/atasan pegawai yang
bersangkutan.
b. Diri pegawai yang
bersangkutan.
c. Teman sekerja.
d. Bawahan, dan
e. Grup/kelompok, atau
f. Kombinasi dari
penilai-penilai di atas.
PPK
pegawai yang dilakukan oleh atasan langsung paling banyak dijumpai. Atasan
merupakan orang yang diberikan otoritas formal untuk melakukan penilaian.
Atasan selalu memonitor kerja bawahannya serta mengawasi pemberian imbalan yang
diakibatkan oleh kinerja pegawai yang bersangkutan. Secara khusus, atasan
adalah orang dengan posisi terbaik yang mengawasi kinerja bawahan serta menilai
sejauh mana kinerja yang disajikan sesuai dengan target/sasaran yang
ditetapkan oleh unit kerjanya maupun organisasi secara keseluruhan.
Pada
beberapa organisasi, pegawai yang bersangkutan menilai kinerja kerja dirinya
sendiri (self evaluation). Pendekatan ini dilakukan dalam kaitannya
dengan upaya membangun moral karyawan. PPK oleh diri sendiri dapat
dikombinasikan dengan penilaian yang dilakukan oleh atasan untuk mendapatkan
hasil yang terbaik. Pendekatan ini lebih menjurus pada penggunaan metode MBO.
Atasan dan pegawai yang bersangkutan secara independen melakukan persiapan
evaluasi kerja. Kemudian keduanya bertemu untuk mendiskusikan kajian mereka.
Setelah itu mereka melengkapi kajian tentang tanggung jawab mendatang,
perbaikan rencana, membangun aktivitas, tujuan karier dan ringkasan kinerja.
Satu keuntungan dari pendekatan ini adalah tersedianya basis untuk
mengklarifikasikan harapan dan persepsi pegawai yang bersangkutan dan atasan.
Penilaian
oleh teman sekerja, meskipun tidak biasa digunakan namun mempunyai kelebihan
yaitu relatif lebih dipercaya (reliable). Realibilitas ini didapat dari
fakta di mana teman sekerja selalu berinteraksi satu sama lain dalam kerja
keseharian dan karena teman sekerja dianggap sebagai penilai yang independen.
Panilai oleh bawahan penting terutama yang berkaitan dengan aspek kepemimpinan,
karena bawahan adalah orang yang paling merasakan dampak dari kepemimpinan
atasannya. Sama halnya dengan penilaian yang dilakukan oleh teman sekerja,
panilaian oleh bawahan termasuk yang jarang digunakan.
Selain
penilaian oleh atasan langsung, penilaian yang dilakukan oleh grup merupakan
pendekatan panilaian yang banyak digunakan. Orang-orang yang terkumpul dalam
grup penilaian ini adalah mereka yang mengetahui materi serta metode penilaian
yang digunakan yang dapat menyediakan data yang lebih dari penilaian oleh
atasan.
B. Validitas (absah)
Berkaitan
dengan perancangan dan penggunaan metode, maka absahan (validitas) merupakan
sesuatu yang harus dipertimbangkan. Yang dimaksud dengan keabsahan adalah bahwa
nilai yang didapat oleh seseorag, terkait dengan pelaksanaan pekerjaan atau
dengan berbagai kriteria obyektif lain yang telah ditentukan sebelumnya.
Maksudnya data atau informasi yang didapat harus aktual saat diperoleh. Sebagai
contoh, prestasi kerja yang hanya dinilai satu tahun sekali dan dilakukan pada
akhir tahun, sedikit banyaknya akan mengurangi keabsahan (validitas) panilaian
karena kemungkinan besar, data atau informasi perilaku dan ketrampilan yang
didapat hanyalah terakhir.
C. Reliabilitas (dapat
dipercaya)
Yang
dimaksud dengan dipercaya (reliable) ialah bahwa hasil yang diperoleh
konsisten setiap kali diambil dari dan oleh orang yang sama. Skor atau hasil
penilaian tetap sama walaupun menggunakan metode yang berbeda. Reliabilitasmetode
penilaian dapat ditingkatkan dengan melatih penilai untuk
dapat menilai secara lebih baik.
D. Peranan Departemen SDM
Departemen SDM dalam
kaitannya dengan PPK berperan sbb :
a. Merancang dan
mengimplementasikan program Penilaian Prestasi Pegawai.
b. Menentukan siapa yang
akan menilai, dan metode apa yang akan digunakan.
c. Memimpin sejumlah
penelitian tentang cara atau metode penilaian yang lebih bersifat adil (dapat
dipercaya dan benar).
BERBAGAI KENDALA DALAM PENILAIAN PRESTASI KERJA
a. Pemilihan Metode Terbaik
Hingga
saat ini tidak satupun dari metode panilaian prestasi di atas dikatakan sebagai
yang terbaik untuk semua kondisi dan sitasi organisasi.
Kondisi dan situasi yang berbeda menghendaki metode dan sistem yang berbeda.
Menurut French (1986), metode PPK yang terbaik tergantung pada :
a.
Pendekatan
pada metode penilaian pada pekerjaan yang akan dinilai.
b.
Variasi
faktor organisasi yang dapat menolong mengimplementasikan program penilaian
(Iklim organisasi, training prosedur penilaian, dan
lain-lain).
b. Kesalahan Penilaian
Penilaian
yang benar dan dapat dipercaya terutama penting di dalam menggunakan kesempatan
yang sama pada pekerja untuk mendapatkan petunjuk pelaksanaan (Juklak)
atau guidelines kerja. Sayangnya supervisor dapat
membuat kesalahan yang mengakibatkan peniaian menjadi kurang benar dan kurang
dapat dipercaya.
Kesalahan
yang mungkin dilakukan oleh penilai berkaitan dengan faktor manusia,
dimana penilai tidak dapat terlepas dari unsur subyektif dalam manusia.
Kesalahan tersebut di antaranya adalah :
1). Hallo Effect dan Horn
Effect
Dalam bab
3 telah dijelaskan bahwa pewawancara dapat melakukan kesalahan yang disebut
dengan halo effect dan horn ffect. Kesalahan
tersebut juga dapat dilakukan oleh penilai. Kesalahan halo effect sangat
dimungkinkan bila penilai terpesona oleh perilaku pegawai seperti penampilan
atau kepribadiannya. Kekaguman ini dapat menutup mata penilai terhadap
kelemahan pegawai yang lain. Sebaliknya bila pegawai membuat kesalahan kecil
namun membekas di hati penilai, maka bisa jadi nilai yang didapat hasilnya
buruk meskipun sesungguhnya ia memiliki prestasi lebih.
2) Kecenderungan menilai
rata-rata cukup atau menengah.
Kebanyakan
penilai kurang berani mencantumkan nilai yang rendah atau yang tinggi. Sikap
ini merupakan cerminan sebagaimana umumnya masyarakat dalam menilai. Penilaian
yang tinggi dikhawatirkan akan menjadikan pegawai sombong dan lupa diri,
sebaliknya penilaian yang rendah dikhawatirkan dapat menjatuhkan mental
pegawai. Karenanya seringkali penilai mencantumkan nilai rata-rata atau nilai
tengah.
3) Karena “kemurahan hati”
Subyektivitas
lainnya adalah kemurahan hati. Banyak penilai tidak tega mencatumkan nilai
sebenarnya. Seringkali panilai mencantumkan nilai katrolsebagai
kemurahan hati. Ketidakberanian mencantumkan nilai rendah selain karena
khawatir akan menjatuhkan mental pegawai, juga karena penilai khawatir
disalahkan oleh organisasi. Karena bisa jadi rendahnya nilai bukan semata-mata
kesalahan pegawai tapi karena kesalahan panilai dalam menilai (tidak valid dan
tidak reliable) atau penetapan target yang salah.
REFERENSI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar