BAB 1
PENDAHULUAN DAN RUANG
LINGKUP MANAJEMEN SDM
VARIABEL-VARIABEL
LAIN YANG MEMPENGARUHI KEBERHASILAN ORGANISASI
Selain
keadilan dalam mengelola SDM keberhasilan organisasi juga di pengaruhi oleh
karakteristik organisasi, karakteristik pekerjaan, karakteristik individu,
sikap dan perilaku karyawan, secara langsung maupun tidak langsung.
1. Karakteristik Individu
Karakter individu terdiri atas jenis kelamin, tingkat
pendidikan, umur, masa kerja, status perkawinan,, jumlah tanggungan, dan
posisi, peneliti peneliti dalam bidang manajemen SDM dan perilaku organisasi
banyak melakukan penelitian tentang hubungan karakteristik individu
dengan sikap dan perilaku karyawan (panggabean,2001;2002)
2. Karakteristik Organisasi
Karakteristik organisasi meliputi kompleksitas , formalisasi
,dan sentralisasi kompleksitas mencerminkan jumlah unit yang ada dalam
organisasi formalisasi merujuk kepada banyaknya pelaksanaan tugas yang
bersandarkan kepada peraturan , sedangkan sentralisasi di definisikan
sebagai siapa yang dapat mengambil keputusan (pemimpin atau pelaksana)
sentralisasi ada jika keputusan di tangan pemimpin, sebaliknya akan di katakana
ada desentralisasi jika jawaban tentang apa, bagaimana, kapan, dan dengan siapa
pekerjaan akan dilaksanakan diputuskan oleh pelaksana semakin banyak pertanyaan
itu dapat di jawab sendiri oleh pelaksana maka semakin dapat dikatakan ada
desentralisasi, bagaiman pengaruh karakteristik organisasi terhadap sikap dan
perilaku karyawan banyak di lakukan oleh para peneliti di bidang teori
organisasi dan perilaku organisasi (Melcher 1976)
3. Karakteristik Pekerjaan
Karakteristik pekerjaan terdiri atas keanekaragaman tugas,
identitas tugas, keberartian tugas,otonomi dan umpan balik berbagai
penelitian dalam bidang manajemen SDM dan perilaku organisasi banyak
meneliti hubungan antara karakteristik tugas dan perilaku. Berikut
dibahas pengertian dari masing masing konsep:
·
Keanekaragaman Tugas
Merujuk
kepada adanya kemungkinan bagi karyawan untuk melaksanakan kegiatan , prosedur,
dan bahkan peralatan yang berbeda pekerjaan yang beraneka ragam biasanya di
pandang sebagai pekerjaan yang menantang karena mereka menggunakan
keterampilan yang
·
Identitas Tugas
Memungkinkan
karyawan mengerjakan sebuah pekerjaan secara menyeluruh sanagt terspesialisasi
cenderung menciptakan tugas yang rutin dan mengakibatkan seseorang hanya
mengerjakan satu bagian saja dari keseluruhan pekerjaan , hal ini menimbulkan
adanya perasaan tidak melakukan apa apa oleh karena itu dengan memperluas
tugas tugas yang dapat meningkatkan perasaan mangerjakan seluruh pekerjaan
berarti meningkatkan identitas tugas.
·
Keberartian Tugas
Merujuk
kepada besarnya pengaruh dari pekerjaan yang di lakukan seseorang terhadap
pekerjaan orang lain. Sangat penting bagi seseorang untuk mempunyai perasaan
melakukan pekerjaan yang sangat berarti bagi perusahaan maupun masyarakat untuk
itu adalah penting apabila pemimpin memberitahukan di depan orang lain bahwa
pekerjaannya sangat berarti bagi perusahaan.
·
Otonomi
Merujuk
kepada adanya ide bahwa karyawan dapat mengendalikan sendiri tugas
tugasnya hal ini penting untuk menimbulkan rasa tanggung jawab .cara yang umum
di pakai adalah melalui manajemen berdasarkan sasaran.karena dengan cara ini
karyawan memiliki kesempatan untuk menentukan sendiri tujuan pribadi dan tujaun
kerjanya.
·
Umpan balik
Merujuk
kepada informasi yang diterima oleh pekerja tentang seberapa baiknya ia
melaksanakan tugasnya . penelitian tentang hubungan karakteristik pekerjaan
dengan sikap dan perilaku organisasi banyak dilakukan oleh peneliti di bidang
MSDM dan perilaku organisasi
SIKAP
KERJA
Didalam
kamus bahasa Indonesia menjelaskan sikap adalah perbuatan dan sebagainya yang
berdasarkan pendirian (Wjs. Poerwadarminta,2002:944).
Sedangkan
kerja adalah melakukan sesuatu (Wjs. Poerwadarminta, 2002:492). Menurut
pengertian dari Agus Maulana, sikap kerja karyawan adalah cara kerja karyawan
didalam mengkomunikasikan suasana karyawan kepada pimpinan ataupun perusahaan.
Karyawan merasakan adanya kesenangan yang mendalam terhadap pekerjaan yang
dilakukan.
Loyal
adalah patuh, setia (Wjs. Poerwadarminta, 2002:609). Dari pengertian diatas,
kesimpulannya adalah suatu kecenderungan karyawan untuk pindah ke perusahaan lain.
Apabila karyawan bekerja pada suatu perusahaan, dan perusahaan tersebut telah
memberikan fasilitas – fasilitas yang memadai dan diterima oleh karyawannya,
maka kesetiaan karyawan terhadap perusahaan akan semakin besar, maka timbul
dorongan yang menyebabkan karyawan melakukan pekerjaan menjadi lebih giat lagi.
Fasilitas
– fasilitas yang diterima oleh karyawan sehingga karyawan mau bekerja sebaik
mungkin dan tetap loyal pada perusahaan, hendaknya perusahaan memberikan
imbalan yang sesuai kepada karyawannya. Semua itu tergantung pada situasi dan
kondisi perusahaan tersebut serta tujuan yang ingin dicapai.
Untuk itu perusahaan mengemukakan beberapa cara:
Untuk itu perusahaan mengemukakan beberapa cara:
1. Gaji yang cukup
2. Memberikan kebutuhan
rohani.
3. Sesekali perlu
menciptakan suasana santai.
4. Menempatkan karyawan
pada posisi yang tepat.
5. Memberikan kesempatan
pada karyawan untuk maju.
6. Memperhatikan rasa
aman untuk menghadapi masa depan.
7. Mengusahakan karyawan
untuk mempunyai loyalitas.
8. Sesekali mengajak
karyawan berunding.
9. Memberikan fasilitas
yang menyenangkan. (Nitisemito, 1991:167)
Sebab –
sebab turunnya loyalitas dan sikap kerja itu dikarenakan banyak sebab misalnya,
upah yang mereka terima tidak sesuai dengan pekerjaannya, tidak cocoknya dengan
gaya perilaku pemimpin, lingkungan kerja yang buruk dan sebagainya. Untuk
memecahkan persoalan tersebut, maka perusahaan harus dapat menemukan penyebab
dari turunnya loyalitas dan sikap kerja karyawan itu disebabkan pada prinsipnya
turunnya loyalitas dan sikap kerja karyawan itu disebabkan oleh ketidakpuasan para
karyawan. Adapun sumber ketidakpuasan bisa bersifat material dan non material
yang bersifat material antara lain: rendahnya upah yang diterima, fasilitas
minimum. Sedangkan yang non material
antara lain: penghargaan sebagai manusia, kebutuhan – kebutuhan yang berpartisipasi dan sebagainya (S. Alex Nitisemito, 1991:167).
antara lain: penghargaan sebagai manusia, kebutuhan – kebutuhan yang berpartisipasi dan sebagainya (S. Alex Nitisemito, 1991:167).
Indikasi
– indikasi turunnya loyalitas dan sikap kerja karyawan antara lain:
1. Turun/ rendahnya
produktivitas kerja.
Turunnya
produktivitas kerja ini dapat diukur atau diperbandingkan dengan waktu
sebelumnya. Produktivitas kerja yang turun ini dapat terjadi karena kemalasan
atau penundaan kerja.
2. Tingkat absensi yang
naik.
Pada
umumnya bila loyalitas dan sikap kerja karyawan turun, maka karyawan akan malas
untuk datang bekerja setiap hari. Bila ada gejala – gejala absensi naik maka
perlu segera dilakukan penelitian.
3. Tingkat perpindahan
buruh yang tinggi.
Keluar
masuknya karyawan yang meningkat tersebut terutama adalah karena tidak
senangnya para karyawan bekerja pada perusahaan. Untuk itu mereka berusaha
mencari pekerjaan lain yang dianggap sesuai. Tingkat perpindahan buruh yang
tinggi selain dapat menurunkan produktivitas kerja, juga dapat mempengaruhi
kelangsungan jalannya perusahaan.
4. Kegelisahan dimana –
mana.
Loyalitas
dan sikap kerja karyawan yang menurun dapat menimbulkan kegelisahan sebagai
seorang pemimpin harus mengetahui bahwa adanya kegelisahan itu dapat terwujud
dalam bentuk ketidak terangan dalam bekerja, keluh kesah serta hal – hal yang
lain.
5. Tuntutan yang sering
terjadi.
Tuntutan yang sebetulnya
merupakan perwujudan dan ketidakpuasan, dimana pada tahap tertentu akan
menimbulkan keberanian untuk mengajukan tuntutan.
Tingkat
indikasi yang paling kuat tentang turunnya loyalitas dan sikap kerja karyawan
adalah pemogokan. Biasanya suatu perusahaan yang karyawannya sudah tidak merasa
tahan lagi hingga memuncak, maka hal itu akan menimbulkan suatu tuntutan, dan
bilamana tuntutan tersebut tidak berhasil, maka pada umumnya para karyawan
melakukan pemogokan kerja. (S. Alex Nitisemito,1991:163 – 166).
Pada kategori usia para karyawan yang berbeda menunjukkan aksentuasi loyalitas yang berbeda pula seperti uang diuraikan berikut ini:
Pada kategori usia para karyawan yang berbeda menunjukkan aksentuasi loyalitas yang berbeda pula seperti uang diuraikan berikut ini:
1. Angkatan kerja yang
usianya di atas lima puluh tahun menunjukkan loyalitas yang tinggi pada
organisasi. Mungkin alasan – alasan yang menonjol ialah bahwa mereka sudah
mapan dalam kekaryaannya, penghasilan yang memadai, memungkinkan mereka
menikmati taraf hidup yang dipandangnya layak. Banyak teman dalam organisasi,
pola karirnya jelas, tidak ingin pindah, sudah “terlambat” memulai karier
kedua, dan dalam waktu yang tidak terlalu lama akan memasuki usia pensiun.
Seperti yang terdapat dalam perusahaan UD. DUTA RASA, dalam perusahaan ini ada
beberapa karyawan tetapnya adalah karyawan dengan umur sekitar 50an dan sudah
bekerja cukup lama dalam perusahaan sedangkan para karyawan kontraknya adalah
karyawan yang masih muda.
2.
Tenaga kerja yang berada pada kategori usia
empat puluhan menunjukkan loyalitas pada karir dan jenis profesi yang selama
ini ditekuninya. Misalnya, seseorang yang menekuni karir di bidang keuangan
akan cenderung “ bertahan” pada bidang tersebut meskipun tidak berarti
menekuninya hanya dalam organisasi yang sama. Karena itu pindah ke profesi
lain, tetapi bergerak di bidang yang sama, bukanlah merupakan hal yang aneh.
Barangkali alasan pokoknya terletak pada hasrat untuk benar – benar mendalami
bidang tertentu itu karena latar belakang pendidikan dan pelatihan yang pernah
ditempuh, bakat, minat, dan pengalaman yang memungkinkannya menampilkan kinerja
yang memuaskan yang pada gilirannya membuka peluang untuk promosi, menambah
penghasilan, dan meniti karir secara mantap.
3.
Tenaga kerja dalam kategori 30 – 40 tahun
menunjukkan bahwa loyalitasnya tertuju pada diri sendiri. Hal ini dapat
dipahami karena tenaga kerja dalam kategori ini masih terdorong kuat untuk
memantapkan keberadaannya, kalau perlu berpindah dari satu organisasi ke
organisasi lain dan bahkan mungkin juga dari satu profesi ke profesi lain. Di
samping itu pula didukung oleh tingkat kebutuhan yang semakin lama semakin
meningkat tetapi tidak diimbangi dengan pemasukan yang cukup sehingga banyak
para pekerja yang mencari pekerjaan lain yang mampu memenuhi kebutuhan hidupnya
sehari – hari.
4. Bagi mereka yang lebih
muda dari itu, makna loyalitas belum diserapi dan kecenderungan mereka masih
lebih mengarah kepada gaya hidup santai, apabila mungkin disertai dengan
kesempatan “berhura – hura” Pada kenyataan sehari – hari banyak sekali terjadi
kecurangan – kecurangan yang dilakukan oleh para karyawan yang umumnya
mempunyai umur relatif muda hal itu juga dipicu oleh tingkat angan – angan yang
tinggi, tetapi tidak diiringi oleh tingkat kerajinan yang tinggi dari dalam
dirinya sendiri, oleh karena itu tingkat penganggguran semakin lama semakin
meningkat (S. Alex Nitisemito, 1991:170-171).
PERILAKU
KARYAWAN
Perilaku
adalah tingkah laku yang terdiri atas tingkah laku yang tidak dapat dari luar,
misalnya keinginan untuk pindah (intent to leave) dan ada yang dengan
jelas dilihat dari luar, misalnya perputaran tenaga kerja dan ketidakhadiran.
Dari
teori dapat diketahui bahwa ketidakpuasan atau kepuasan yang rendah akan
meningkatkan perputaran tenaga kerja dan ketidakhadiran. Konsep-konsep ini
paling sering digunakan untuk memahami semangat kerja karyawan (Talacchi,
1960). Berikut diuraikan cara pengukurannya.
·
Perputaran Tenaga Kerja
Alat ukur yang digunakan untuk mengukur perputaran tenaga kerja
sudah pernah dbahas dalam bab sebelumnya dimana datanya dapat diperoleh dari bagian
personalia, namun karena untuk memperoleh data dari masing-masing karyawan yang
dijadikan responden dalam penelitian pada umumnya sukar untuk diperoleh, maka
untuk itu digunakan konsep perilaku yang tidak langsung dapat dilihat yaitu
keinginan untuk pindah (intent to leave).
·
Keinginan untuk Pindah
Keinginan untuk pindah dapat diukur dengan mengembangkan
pertanyaan yang dikemukakan oleh Hom and Griffeth, 1991; 1995; Motowildo, 1983,
yaitu sebagai berikut.
·
I have been thingking about quitting the present
job.
·
I have been evaluating the cost of quitting my
job.
·
I intent to quit.
·
I will quit my job uin the next six months.
·
Ketidakhadiran
Dari uraian sebelumnya
dapat diketahui bahwa ketidakhadiran adalah kegagalan untuk hadir ditempat
kerja pada hari kerja. Faktor-faktor penyebab perilaku ini banyak diteliti
karena dapat mempengaruhi prestasi kerja.
·
Hubungan Ketidakhadiran dengan Kepuasan Kerja
Penelitian tentang
hubungan ketidakpuasan dengan ketidakhadiran adalah rumit. Pandangan
tradisional mengemukakan bahwa ketidakhadiran disebabkan oleh ketidakpuasan
(Porter and Steers, 1973), namun kemudian para peneliti mengemukakan bahwa
ketidakhadiran yang menyebabkan ketidakpuasan kerja (Goodman and Atkin, 1984;
Rhodes and Steers, 1990). Sehingga akhirnya ada pula yang mengemukakan bahwa
hubungannya timbal balik (Clegg, 1983) dimana ia berpendapat bahwa dengan
menggunakan beberapa pengujian yang berkelanjutan (few longitudinal
test) ditemukan bahwa ketidakhadiran lebih sering mempengaruhi
ketidakpuasan dan tidak sebaliknya.
·
Hubungan Ketidakhadiran dengan Prestasi Kerja
Selain dengan kepuasan
kerja, ketidakhadiran juga mempunyai hubungan yang negatif dengan prestasi
kerja. Bycio (1992)
mengemukakan bahwa ketidakhadiran dapat mengakibatkan rendahnya kinerja.
·
Hubungan Ketidakhadiran dengan Gaya Kepemimpinan
John dan Nicholson (1982)
mengemukakan bahwa ketidakhadiran dapat mempengaruhi gaya kepemimpinan terhadap
ketidakhadiran itu. Para pemimpin akan memberikan sanksi pada karyawan yang
jarang masuk dan akan mengurangi pemberian penghargaan kepada mereka.
·
Pengaruh Karakteristik Individu dan Kerumitan
Pekerjaan Terhadap Hubungan Kepuasan Kerja dengan Ketidakhadiran, Prestasi
Kerja dan Gaya Kepemimpinan
Hubungan antara kepuasan
kerja dengan ketidakhadiran pada umumnya dapat dipengaruhi oleh karakteristik
individu, misalnya usia dan masa kerja (Nicholson, 1977), kerumitan pekerjaan
(House dan Mitchell, 1974), dan gaya kepemimpinan (Clegg, 1983). Gaya
kepemimpinan yang mendukung (supportive leadership) dapat menurunkan
ketidakhadiran bagi pekerjaan yang sederhana dibandingkan dengan yang rumit.
·
Alat ukur yang Digunakan
Terlepas dari apakah sebagai penyebab atau sebagai akibat,
ketidakhadiran, sebagaimana halnya dengan keinginan untuk pindah, konsep ini
juga perlu diukur dengan sejumlah pertanyaan jika data ketidakhadiran dari
masing-masing responden sulit untuk diperoleh.
Hammer dan Landau, 1982;
Harisson dan Hulin, 1989 mengukur ketidakhadiran dengan menggunakan tiga macam
data, yaitu:
1.
Waktu yang hilang (jumlah jam ketidakhadiran
yang tidak dicatat)
2.
Frekuensi (jumlah waktu ketidakhadiran yang
tidak tercatat)
3.
Ketidakhadiran yang tercatat (jumlah
ketidakhadiran), data yang dipakai adalah data selama 12 bulan.
SEMANGAT
KERJA
Hasley (2001) menyatakan
bahwa semangat kerja atau moral kerja itu adalah sikap kesediaan perasaan yang
memungkinkan seorang karyawan untuk menghasilkan kerja yang lebih banyak dan
lebih tanpa menambah keletihan, yang menyebabkan karyawan dengan antusias ikut
serta dalam kegiatan-kegiatan dan usaha-usaha kelompok sekerjanya, dan membuat
karyawan tidak mudah kena pengaruh dari luar, terutama dari orang-orang yang
mendasarkan sasaran mereka itu atas tanggapan bahwa satu-satunya kepentingan
pemimpin perusahaan itu terhadap dirinya untuk memperoleh keuntungan yang
sebesar-besarnya darinya dan memberi sedikit mungkin.
Sedangkan Siswanto (2000,
p.35), mendefinisikan semangat kerja sebagai keadaan psikologis seseorang.
Semangat kerja dianggap sebagai keadaan psikologis yang baik bila semangat
kerja tersebut menimbulkan kesenangan yang mendorong seseorang untuk bekerja
dengan giat dan konsekuen dalam mencapai tujuan yang ditetapkan oleh
perusahaan.
Menurut Nitisemito (2002,
p.56), definisi dari semangat kerja adalah kondisi seseorang yang menunjang dirinya
untuk melakukan pekerjaan lebih cepat dan lebih baik di dalam sebuah
perusahaan.
Aspek-aspek Semangat Kerja
Aspek-aspek semangat kerja
perlu untuk dipelajari karena aspek-aspek ini mengukur tinggi-rendahnya
semangat kerja. Menurut Maier (1999, p.180), seseorang yang memiliki semangat
kerja tinggi mempunyai alasan tersendiri untuk bekerja yaitu benar-benar
menginginkannya. Hal ini mengakibatkan orang tersebut memiliki kegairahan
kualitas bertahan dalam menghadapi kesulitan untuk melawan frustasi, dan untuk
memiliki semangat berkelompok. Menurut Maier (1999, p.184), ada empat aspek
yang menunjukkan
seseorang mempunyai semangat kerja yang tinggi, yaitu:
seseorang mempunyai semangat kerja yang tinggi, yaitu:
a.
Kegairahan
Seseorang yang memiliki
kegairahan dalam bekerja berarti juga memiliki motivasi dan dorongan bekerja.
Motivasi tersebut akan terbentuk bila seseorang memiliki keinginan atau minat
dalam mengerjakan pekerjaannya. Yang lebih dipentingkan oleh karyawan adalah
seharusnya bekerja untuk organisasi bukan lebih mementingkan pada apa yang
mereka dapat. Seseorang akan dikatakan memiliki semangat kerja buruk apabila
lebih mementingkan
gaji daripada bekerja. Oleh karena itu tidak mengherankan bahwa seseorang dengan gaji yang tinggi masih juga berkeinginan untuk pindah bekerja di tempat lain. Seseorang yang benar-benar ingin bekerja, akan bekerja dengan baik meskipun tanpa pengawasan dari atasannya dan juga mereka akan bekerja bukan karena perasaan takut tetapi lebih pada dorongan dari dalam dirinya untuk kerja yang tinggi akan menganggap bekerja sebagai sesuatu hal yang menyenangkan bukan hal yang menyengsarakan.
gaji daripada bekerja. Oleh karena itu tidak mengherankan bahwa seseorang dengan gaji yang tinggi masih juga berkeinginan untuk pindah bekerja di tempat lain. Seseorang yang benar-benar ingin bekerja, akan bekerja dengan baik meskipun tanpa pengawasan dari atasannya dan juga mereka akan bekerja bukan karena perasaan takut tetapi lebih pada dorongan dari dalam dirinya untuk kerja yang tinggi akan menganggap bekerja sebagai sesuatu hal yang menyenangkan bukan hal yang menyengsarakan.
b.
Kekuatan untuk melawan
frustasi
Aspek ini menunjukkan adanya
kekuatan seseorang untuk selalu konstruktif walaupun sedang mengalami kegagalan
yang ditemuinya dalam bekerja. Seseorang yang memiliki semangat kerja yang
tinggi tentunya tidak akan memilih sikap yang pesimis apabila menemui kesulitan
dalam pekerjaannya. Adanya semangat kerja yang tinggi ditimbulkan karena adanya
kesempatan yang diberikan oleh perusahaan untuk mendapatkan ijin ketika
menderita sakit.
c.
Kualitas untuk bertahan
Aspek ini tidak langsung menyatakan seseorang
yang mempunyai semangat kerja yang tinggi maka tidak mudah putus asa dalam
menghadapi kesukaran-kesukaran di dalam pekerjaannya. Ini berarti adanya
ketekunan dan keyakinan penuh dalam dirinya. Gaji ataupun insentif yang tinggi
yang diberikan oleh perusahaan mampu meningkatkan semangat kerja karyawan, dan
berpikir panjang jika ingin keluar dari perusahaan. Tunjangan serta fasilitas
yang
diberikan oleh perusahaan mampu merangsang semangat kerja karyawan untuk bekerja dengan sungguh-sungguh. Keyakinan ini menunjukkan bahwa seseorang yang mempunyai energi dan kepercayaan untuk memandang masa yang akan datang dengan baik, hal inilah yang meningkatkan kualitas untuk bertahan. Ketekunan mencerminkan seseorang memiliki kesungguhan dalam bekerja. Sehingga tidak menganggap bahwa bekerja bukan hanya
menghabiskan waktu saja, melainkan sesuatu yang penting.
diberikan oleh perusahaan mampu merangsang semangat kerja karyawan untuk bekerja dengan sungguh-sungguh. Keyakinan ini menunjukkan bahwa seseorang yang mempunyai energi dan kepercayaan untuk memandang masa yang akan datang dengan baik, hal inilah yang meningkatkan kualitas untuk bertahan. Ketekunan mencerminkan seseorang memiliki kesungguhan dalam bekerja. Sehingga tidak menganggap bahwa bekerja bukan hanya
menghabiskan waktu saja, melainkan sesuatu yang penting.
d.
Semangat kelompok
Semangat kelompok menggambarkan hubungan antar
karyawan. Dengan adanya semangat kerja maka karyawan akan saling bekerja sama,
tolong-menolong, dan tidak saling bersaing untuk menjatuhkan. Semangat kerja
menunjukkan adanya kesediaan untuk bekerja sama dengan orang lain agar orang
lain dapat mencapai tujuan bersama. Lingkungan kerja yang baik, menciptakan
suasana kerja yang baik pula, kebersamaan diantara karyawan dengan membagi
pekerjaan secara adil mampu meningkatkan semangat kerja
bagi karyawan itu sendiri
bagi karyawan itu sendiri
REFERENSI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar