Sabtu, 16 Desember 2017
Kamis, 14 Desember 2017
Senin, 16 Oktober 2017
LETTER ABOUT ORDER ACKNOWLEDGEMENT
To,
Mr. Bambang Triyono
Head Purchase Department
Beehive Electronics Ltd
Siliwangi Street,
Kuningan, West Java
16th October 2016
Dear Mr. Bambang
Subject: order acknowledgement letter for electronic goods
We take this chance to thank your company for the recent delivery of electronic goods order that was placed by our company. The order was placed on 6th October with the order number of 3765 on it and with a delivery date of 18th October. We are happy that our order was processed so soon even before the delivery due date and according to the requirements of our software unit. We also request your technical team to be sent soon so that the installation process of these electronic goods can be completed in the earliest possible time. We will soon send you another order along with the technical specifications by the end of this month.
We look forward to have an enduring business relationship with your company in future as well.
Thanking you,
Dwi Neni Rismala
What type of the letter is used for?
The type of letter is an official letter, in which the return letter against the book company to the costumer using effective sentences such as simple, concise, clear, polite and interesting. And the official letter is usually made by the agency of the company.
Jenis surat apa yang digunakan?
Jenis surat tersebut adalah surat resmi, dimana surat balasan terhadap perusahaan buku kepada costumer menggunakan kalimat yang efektif seperti sederhana, ringkas, jelas, sopan dan menarik. Dan surat resmi biasanya dibuat oleh lembaga perusahaan tersebut.
The importance of the letter is...
The important thing in letter orders and acknowledgment orders is how to know what types of letters are in each letter, know how to order something through correspondence, and know how to reply to a letter from a customer that the unavailability of the book he ordered.
Mr. Bambang Triyono
Head Purchase Department
Beehive Electronics Ltd
Siliwangi Street,
Kuningan, West Java
16th October 2016
Dear Mr. Bambang
Subject: order acknowledgement letter for electronic goods
We take this chance to thank your company for the recent delivery of electronic goods order that was placed by our company. The order was placed on 6th October with the order number of 3765 on it and with a delivery date of 18th October. We are happy that our order was processed so soon even before the delivery due date and according to the requirements of our software unit. We also request your technical team to be sent soon so that the installation process of these electronic goods can be completed in the earliest possible time. We will soon send you another order along with the technical specifications by the end of this month.
We look forward to have an enduring business relationship with your company in future as well.
Thanking you,
Dwi Neni Rismala
What type of the letter is used for?
The type of letter is an official letter, in which the return letter against the book company to the costumer using effective sentences such as simple, concise, clear, polite and interesting. And the official letter is usually made by the agency of the company.
Jenis surat apa yang digunakan?
Jenis surat tersebut adalah surat resmi, dimana surat balasan terhadap perusahaan buku kepada costumer menggunakan kalimat yang efektif seperti sederhana, ringkas, jelas, sopan dan menarik. Dan surat resmi biasanya dibuat oleh lembaga perusahaan tersebut.
The importance of the letter is...
The important thing in letter orders and acknowledgment orders is how to know what types of letters are in each letter, know how to order something through correspondence, and know how to reply to a letter from a customer that the unavailability of the book he ordered.
Jumat, 09 Juni 2017
Review Jurnal Hak Kekayaan Intelektual
NAMA :
DWI NENI RISMALA
NPM :
27215454
KELAS :
2EB08
Pengembangan Hak Kekayaan Intelektual Sebagai Collateral (Agunan) Untuk
Mendapatkan Kredit Perbankan Di Indonesia
Sri Mulyani
Fakultas Hukum
UNTAG Semarang,
E-mail : mulyaniargo@yahoo.com
Jurnal Dinamika Hukum , Vol. 12 No.
3 September 2012
ABSTRAK
Hak Kekayaan Intelektual merupakan
hak eksklusif yang diberikan negara kepada para kreator, inventor atau
pendesain atas hasil kreasi atau temuannya yang mempunyai nilai komersial, baik
langsung secara otomatis atau melalui pendaftaran pada instansi terkait sebagai
penghargaan, pengakuan hak yang patut diberikan perlindungan hukum.
Perkembangan masyarakat global, HKI akan dijadikan collateral (agunan) untuk
mendapatkan kredit perbankan secara internasional. Untuk mewujudkan konsep
hukum ini diperlukan peraturan perundang-undangan di masing-masing negara yang
bersedia menerapkannya yang mengatur substansi pembebanan, pengikatan, dan
pendaftaran HKI sebagai collateral.
Kata kunci : Pengembangan HKI,
collateral, kredit perbankan di Indonesia
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejak awal
abad 18 bangsa Eropa sudah mulai memikirkan soal Hak Kekayaan Intelektual
(HKI). Hal ini tercermin pada pameran internasional atas penemuan- penemuan
baru di Vienna pada tahun 1873. Beberapa negara kemudian enggan mengikuti
pameran-pameran seperti itu, karena takut ide-ide baru tersebut dicuri dan
diekploitasi secara komersial di negara lain. Sejak saat itu mulai timbul
kebutuhan perlindungan secara internasional atas karya intelektual.
Sistem hukum
yang berkembang di masing-masing negara, termasuk di Indonesia, dalam bidang
hak kekayaan intelektual, sangat dipengaruhi oleh hukum internasional dan juga
oleh hukum negara-negara lain. Hal ini tidak bisa dinafikan, karena
bagaimanapun juga sistem hukum internasional yang mengatur mengenai hak
kekayaan intelektual lebih duluan lahir dan berkembang secara dinamis dan
progresif dibandingkan dengan hukum nasional.
Ada dua
lembaga multilateral yang berhubungan dengan HKI adalah WIPO dan TRIP’s (Trade Related Intellectual Property Rights).
WIPO ada di bawah lembaga PBB dan TRIP’s lahir dalam Putaran Uruguay
diakomodasi oleh WTO. Pembentukan WTO (World
Trade Organization) merupakan salah satu wujud lembaga ekonomi yang
dibentuk untuk menangani ekonomi global yang sarat dengan standar-standar
regional dan internasional.
TRIP’S (Trade Related Aspecs Intelectual Property
Rights), merupakan kesepakaan internasional yang paling komprehensif di
bidang HKI. Perjanjian TRIP’s adalah suatu perpaduan yang unik dari
prinsip-prinsip dasar General Agreement
on Tariffs and Trade(GATT). TRIP’s bukanlah titik awal tumbuhnya konsep hak
kekayaan intelektual. Berbagai konvensi internasional telah lama dilahirkan,
dan telah beberapa kali diubah, namun yang signifikan dan menjadi dasar utama
bagi konsepindustrial propertyadalah Paris
Convention for the Protection of IndustrialProperty (Paris Convention), sedangkan untuk bidang copyright adalah Berne
Convention for the Protection of Literary and Artistic Works(Berne Convention).
Di
Indonesia, bentuk-bentuk agunan kredit yang diakui berdasarkan Peraturan Bank
Indonesia atau PBI Nomor 9/6/PBI/2007 tentang Perubahan Kedua atas PBI Nomor
7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum, Pasal 46, meliputi:
pertama, surat berharga dan saham yang aktif diperdagangkan dibursa efek di
Indonesia atau memiliki peringkat investasi dan diikat secara gadai; kedua,
tanah, gedung, dan rumah tinggal yang diikat dengan Hak Tanggungan; ketiga, mesin
yang merupakan satu kesatuan dengan tanah dan diikat dengan Hak Tanggungan;
keempat, pesawat udara atau kapal laut dengan ukuran di atas 20 meter kubik
yang diikat dengan hipotek; kelima, kendaraan bermotor dan persediaan yang diikat
secara fidusia; dan atau keenam, resi gudang yang diikat dengan Hak Jaminan
atas Resi Gudang (UU No.9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang), khusus
diperuntukkanbagi objek agunan berupa hasil pertanian, perkebunan dan perikanan.
Pengikatan Hipotik diatur berdasarkan UU No.17 Tahun 2008 tentang Pelayaran dan
UU No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, serta hanya diperuntukkan bagi objek
agunan berupa kapal laut dan atau pesawat udara dengan ukuran di atas 20 meter
kubik. Hak kekayaan intelektual berdasarkan peraturan Bank Indonesia mengenai
bentuk-bentuk agunan kredit sebagaimana tersebut di atas, belum diatur. Praktik
perbankan Indonesia belum dapat menerima hak kekayaan intelektual (HKI) sebagai
objek jaminan fidusia. Sebagaimana dinyatakan oleh Dirjen Hak Kekayaan
Intelektual Departemen Hukum dan HAM, Andy N Sommeng dalam acara pembukaan
seminar yang diselenggarakan oleh Indonesian
Intellectual Property Alumni Association bekerja sama dengan Japan Paten Office, bahwa sertifikat
HaKI di luar negeri, sebagai agunan ke bank sudah berjalan.
Perjanjian
jaminan merupakan accesoirdari
perjanjian kredit antara debitur dan kreditur. Dengan disepakatinya perjanjian
kredit antara pengusaha (debitur) dan Bank selaku kreditur, maka terjadi
hubungan hukum di mana sebenarnya telah terjadi dua kepentingan yang saling
bertentangan (conflict of interest),
yaitu di satu pihak debitur membutuhkan kredit dengan mudah dan cepat, dilain
pihak kreditur (bank) memerlukan kepastian dan pengamanan terhadap pengembalian
pelunasan utang melalui kredit dalam waktu yang tepat dengan objek kebendaan sebagai
jaminan yang mudah dieksekusi,sedangkan hak kekayaan intelektual (HKI)
merupakan kebendaan yang tidak berwujud sebagai aset perusahaan (intangible asset) dimana eksistensi hak
kekayaan intelektual belum ada pengaturan hukumnya sebagai objekjaminan. Di
samping itu juga kesulitan didalam memprediksi nilai HKI pada waktu pemberian kredit
maupun eksekusi HKI, apabila debitur wanprestasi.
B. Rumusan Masalah
1) Bagaimana konsep HKI dalam perspektif
collateral (agunan)?
2) Bagaimana konsep HKI sebagai
collateral dalam sistem jaminan fidusia di Indonesia?
C. Batasan Masalah
1) Untuk mengetahui konsep HKI dalam
perspektif collateral (agunan).
2) Untuk mengetahui konsep HKI sebagai
collateral dalam sistem jaminan fidusia di Indonesia.
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian
Proses penelitian menelusuri data
yang sudah tersedia dalam bentuk bahan hukum yang sudah pernah ditulis. Tipe
penelitian hukum seperti ini sering disebut sebagai penelitian yuridis
normatif. Dengan pertimbangan bahwa titik tolak penelitian yang akan dilakukan
adalah analisis terhadap kebijakan hak kekayaan intelektual yg dapat dijadikan
objek jaminan secara internasional untuk mendapatkan kredit perbankan di Indonesia
dan peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pelaksanaan kebijakan
tersebut, maka pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konsep
(conceptual approach).
B. Penentuan Sampel
Penelitian dari studi pustaka yakni
menggunakan objek kajian, penelitian yang memfokuskan kepada persoalan
kebijakan hak kekayaan intelektual yg dapat dijadikan objek jaminan secara
internasional untuk mendapatkan kredit perbankan di Indonesia.
C. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam
penelitian ini adalah dengan menelusuri data yang sudah tersedia dalam bentuk bahan
hukum yang sudah pernah ditulis. Dalam penelitian yuridis normatif, peneliti
dapat menelusuri (explanatoris)
konsep-konsep, aliran-aliran atau doktrin-doktrin hukum yang pernah ada dalam
sejarah hukum.
D. Metode Analisis
Pengolahan dan analisis bahan hukum.
Bahan hukum yang diperoleh dari studi kepustakaan, aturan perundang-undangan
dan artikel, diuraikan dan dihubungkan sedemikian rupa sehingga dapat disajikan
dalam penulisan yang lebih sistematis guna menjawab permasalahan penelitian
yang sudah dirumuskan. Dalam proses penelitian selanjutnya data (bahan hukum)
akan dianalisis dan diinterpretasikan berdasarkan bentuk-bentuk interpretasi
yang lazim dalam penelitian yang menggunakan available data. Cara pengolahan
bahan hukum dilakukan secara deduktif yaitu menarik kesimpulan dari suatu
permasalahan yang bersifat umum terhadap permasalahan konkrit yang dihadapi.
Selanjutnya bahan hukum yang ada dianalisis untuk menegtahui aspek yuridis dari
pemasalahan yang diteliti.
PEMBAHASAN
A. Konsep HKI dalam Perspektif Collateral
Secara
historis konsep HKI sebagai objek jaminan lahir dan berkembang di negara barat yang
sudah berjalan kepastian perlindungan HKInya.Pentingnya hak kekayaan
intelektual dapat dijadikan objek jaminan (collateral)
mengingat perkembangan dunia usaha di mana pemilik produk sekaligus sebagai
pemilik HKI pada produk yang dihasilkannya sangat membutuhkan modal dengan
mengadakan perjanjian kredit dengan HKI sebagai objek jaminan.
Istilah
hukum jaminan merupakan terjemahan dari istilah security of law, zekerheid
stellling atau zekerheidsrechten.
Dalam praktik perbankan istilah jaminan dan agunan dibedakan. Istilah jaminan
mengandung arti sebagai kepercayaan/keyakinan dari bank atas kemampuan atau
kesanggupan debitur untuk melaksanakan kewajibannya, sedangkan agunan diartikan
sebagai barang atau benda yang dijadikan jaminan untuk melunasi utang nasabah
debitur.
Pentingnya
jaminan dalam perjanjian kredit bank adalah sebagai salah satu sarana
perlindungan hukum bagi keamanan bank dalam mengatasi risiko, agar terdapat
suatu kepastian hukum nasabah debitur akan melunasi pinjamannya. Konsep hukum
jaminan adalah adanya hubungan hukum antara debitur dan kreditur dalam
perjanjian pinjam meminjam seagai perjanjian pokok dan adanya objekjaminan
sebagai perjanjian acessoir(perjanjian
tambahan).Dalam peraturan perundang-undangan, kata-kata jaminan terdapat dalam
Pasal 1131 KUHPerdata dan Pasal 1132 KUHPerdata, dan dalam penjelasan Pasal 8
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 dan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998.
Secara
teoritis, HKI dapat dijadikan jaminan utang, karena HKI merupakan hak kebendaan
yang bernilai ekonomi. Di dalam Pasal 40 ayat (1) UU Nomor 15 Tahun 2001
tentang Merek, Pasal 3 (ayat 2) UU Hak cipta, Pasal 66 ayat (1) UU Paten, Pasal
5 ayat (1) UU Rahasia Dagang, Pasal 31 ayat (1) UU Desain Industri, Pasal 23
ayat (1) UU Desain Tata Letak Terpadu, merupakan ketentuan yang mengatur
mengenai pengalihan hak yaitu dapat beralih atau dialihkan, karena pewarisan,
hibah, wasiat, perjanjian tertulis, sebab lain yang dibenarkan peraturan
perundang-undangan. HKI termasuk benda bergerak yang tidak berwujud (Pasal 499
KUHPerdata) dapat beralih atau dialihkan karena perjanjian tertulis. Perjanjian
tertulis yang dimaksud adalah dapat ditafsirkan (diinterpretasikan) sebagai
perjanjian jaminan dengan objek HKI.
B. Konsep Penilaian HKI sebagai
Collateral
Hak Kekayaan
Intelektual merupakan intangible asset
suatu perusahaan, diatur dalam PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi) No.19
(revisi 2000) tentang Aktiva Tidak Berwujud. Konsep aktiva sesuai dengan
paragraf 08 Pernyataan Standart Akuntasi Keuangan (PSAK) No.19 tahun 2000
adalah sumber daya yang dikendalikan oleh perusahaan sebagai akibat peristiwa
masa lampau dan bagi perusahaan diharapkan akan menghasilkan manfaat ekonomis
pada masa yang akan datang. Menurut Pernyataan Standart Akuntasi Keuangan
(PSAK) No.19 (revisi 2000) aktiva tidak berwujud adalah aktiva non moneter yang
dapat diidentifikasi dan tidak mempunyai wujud fisik serta dimiliki untuk
digunakan dalam menghasilkan atau menyerahkan barang dan jasa, disewakan kepada
pihak lainnya, atau untuk tujuan administratif. Aktiva tidak berwujud antara
lain ilmu pengetahuan dan teknologi, desain dan implementasi sistem atau proses
baru, lisensi, hak kekayaan intelektual, pengetahuan mengenai pasar dan merek
dagang (termasuk merek produk/brand names).
Hak Kekayaan
Intelektual yang merupakan intangible
asset dalam sebuah perusahaan, apabila akan dijadikan collateral, harus di
budayakan dalam laporan keuangan perusahaan yang masuk dalam aktiva tidak
berwujud, sebagai sarana untuk mengetahui nilai asset perusahaan khususnya
nilai hak kekayaan intelektual. Di samping itu dengan pemanfaatan dan
pengelolaan Intellectual Capital yang
baik oleh perusahaan dapat membantu meningkatkan kinerja perusahaan, yang
berakibat nilai pasar perusahaan akan meningkat (marketable), sehingga menjadi nilai tambah bagi perusahaan untuk
mendapatkan akses kredit perbankan.
C. Konsep HKI sebagai Objek Jaminan
dalam Sistem Jaminan Fidusia
Untuk
keperluan penjaminan kredit, bentuk pengalihan yang bisa digunakan dengan objek
hak kekayaan intelektual adalah melalui perjanjian jaminan. Adapun bentuk
penjaminan yang paling tepat digunakan dalam hal ini adalah dengan menggunakan
jaminan fidusia. Jaminan fidusia sebagai jaminan diberikan dalam bentuk
perjanjian memberikan pinjaman uang, kreditur mencantumkan dalam perjanjian itu
bahwa debitur harus menyerahkan barang-barang tertentu sebagai jaminan
pelunasan hutang piutang. Dengan demikian hubungan hukum antara pemegang dan
pemberi jaminan adalah hubungan perikatan, di mana pemegang jaminan (kreditur)
berhak untuk menuntut penyerahan barang jaminan dari debitur (pemberi jaminan).
Secara
konseptual jaminan fidusia merupakan jaminan yang bersifat kebendaan, setelah
benda yang dibebani fidusia didaftarkan di Kantor Pendaftaran Fidusia. Jadi
apabila benda yang dibebani fidusia tidak didaftarkan, maka hak penerima fidusia
yang timbul dari adanya perjanjian pembebanan fidusia, bukan merupakan hak
kebendaan, tetapi merupakan hak perorangan.
Pasal 1 ayat
(1) Undang-undang Jaminan Fidusia, menentukan bahwa yang dimaksudkan dengan
fidusia ialah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan
dengan ketentuan bagi benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap
dalam penguasaan pemilik benda. Jaminan Fidusia merupakan hak jaminan atas benda
bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak
khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani dengan Hak Tanggungan sebagaimana
diatur dalam UU Nomor 4 tahun 1996 yang tetap berada dalam penguasaan pemberi
fidusia sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu yang memberikan kedudukan
yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditor lainnya (Pasal 1 ayat
2 UU Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia).
Jika hak
kekayaan intelektual akan dijadikan collateral dalam sistem hukum jaminan
fidusia telah tersirat substansi pembebanan, pengikatan dan pendaftaran HKI
sebagai objek jaminan fidusia sebagaimana yang diharapkan dalam Sidang ke-13 United Nations Commision on International
Trade Law (UNCITRAL) Working Group VI
on Security Interest, secured transactions law New York, 19-23 Mei 2008,
bahwa masing-masing negara diharapkan memiliki aturan HKI sebagai collateral
dengan tidak melanggar ketentuan HKI yang telah dimiliki masing-masing negara
dan jugatidak boleh melanggar perjanjian internasional di bidang kekayaan intelektual
yang telah dibuat antar negara.
KESIMPULAN
Konsep HKI
sebagai collateral bahwa hak kekayaan inteletual dapat dikatagorikan sebagai
benda bergerak yang tidak berwujud, yang mempunyai nilai ekonomi. Sertifikat
hak kekayaan intelektual sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik
dan data yuridis yang tidak mewakili objek hanya subyek dari hak kekayaan
intelektual tersebut, dan juga dilengkapi adanya perbuatan hukum tambahan yang
terwujud dalam laporan keuangan perusahaan yang mempunyai hak kekayaan
intelektual tersebut.
Pengembangan
hukum hak kekayaan intelektual sebagai collateral dimungkinkan dengan
pengikatan secara fidusia yang memberikan kepastian hukum dan perlindungan
hukum bagi para pihak yang berkepentingan yang teraplikasi dalam akta jaminan
fidusia yang dibuat Notaris dan dilakukan pendaftaran di Kantor Pendaftaran
Fidusia yang mempunyai kekuatan eksekutorial. Melalui lembaga jaminan fidusia
tersirat konsep HKI sebagai Collateral terkait dengan substansi pembebanan,
pengikatan dan pendaftaran HKI sebagai objek jaminan fidusia mengantisipasi
berlakunya HKI sebagai collateral secara internasional untuk mendapatkan kredit
perbankan di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Bachtiar, Maryati. “Pelaksanaan
Hukum Terhadap Merek Terkenal (Well Known Merk) Dalam WTO-TRIPS Dikaitkan
dengan Pengaturan dan Praktiknya diIndonesia”. Jurnal Hukum Respublica. Vol. 6 No. 2 Tahun 2007. Pekanbaru: FH
Universitas Lancang Kuning;
Faradz, Haedah. “Perlindungan Hak
Atas Merek”. Jurnal Dinamika Hukum,
Vol. 8 No.1 Januari 2008. Purwokerto: FH Universitas Jenderal Soedirman;
Hadiarianti, Venantia. “Konsep Dasar
Pemberian Hak dan Perlindungan Hukum HKI”. Jurnal
Gloria Juris. Vol. 8 No. 2 Mei-Juni 2008. Jakarta: FH UNIKA Atma Jaya;
Hudaya, Heru. “Penafasiran dalam
Hukum”. Duta Kampus Borobudur.
Jakarta: Universitas Borobudur;
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil
dan Menengah, Deputi Bidang Pengembangan dan Restrukturisasi Usaha, Fungsi Sertifikasi HaKI Sebagai Agunan Belum
Berjalan, http://www.sentrakukm.com/index.php/direktorihaki/301 Jumat, 22 Januari 2010,akses, 1
Desember 2010;
Kotler dkk. 1997. The Marketing of Nations, A Strategic
Approach to Building National Wealth, New York: The Free Press;
Lambok, Betty Dina. “Akibat Hukum
Persetujuan Tertulis dari Penerima Fidusia kepada Pemberi Fidusia untuk
Menyewakan Obyek Jaminan Fidusia Kepada Pihak Ketiga”. Jurnal Hukum Pro Justitia. Vol. 26 No.3 Juli 2008. Bandung: FH
UNPAR;
Lebson, Scott J. “Trade secrets as
collateral: a US perspective”, Journal of
Intellectual Property Law & Practice, Vol. 2 No. 11 2007. United
Kindom: Oxford University Press;
M, Edward Iacobucci dan
RalphA.Winter. “Asset Securitization and Asymmetric Information”. Journal of Legal Studies. Vol.34 No.1
Januari 2005. Chicago: University of Chicago Press;
Muladi. 2009. Pentingnya Lembaga Jaminan Fidusia dalam meningkatkan Pembangunan
Ekonomi Nasional, Seminar Nasional “Problematika dalam Pelaksanaan Jaminan
Fidusia di Indonesia: Upaya Menuju Kepastian Hukum, Fakultas Hukum USM, 16
Desember;
Mulyani, Sri. “Rekonstruksi
Pemikiran Yuridis Integral dalam Pembaharuan Sistem Hukum Jaminan Fidusia
Berpilar Pancasila”. Jurnal Ilmiah Hukum
dan Dinamika Masyarakat. Vol.7 No. 2
April 2010. Semarang: Fakultas Hukum UNTAG;
P. Pratt Shannon, Alina V.Naculita.
2008. Valuing a Business The Analysis and
Appraisal of Closely Held Companies, Third Edition. New York: Shannon Pratt
Valuation. Inc;
Ruff Schavey, Deborah, Mayer, Brown,
Platt. 1999. Navigating Uncharted water
staking security interest in United State Trademarks http://www.securitization.net/knowledge/transactions/waters.asp akses tgl 23 sept 2011;
Smith, Lars S. “General Intangible
or Comercial Tort: Moral Rights and State Based Intellectual Property as
Collateral Under U.C.C. Revised Article 9”. Emory
Bank ruptcy Developments Journal. Vol. 22 2005. Atlanta: Emory Law;
Soepraptomo, Heru.“Masalah Eksekusi
Jaminan Fidusia dan Implikasi Lembaga Fidusia Dalam Praktik Perbankan”.Jurnal Hukum Bisnis.Vol. 26 No.1. 2007.
Jakarta: Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis;
Sujatmiko, Agung. “Perjanjian
Lisensi Merek Terkenal”.Jurnal Mimbar
HukumVol.22No.2Tahun 2010.Yoygakarta: Fakultas Hukum UGM;
Suryoutomo, Markus.“Efektivitas
Pelaksanaan Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia Sebagai
Agunan Kredit Bank”. Jurnal Ilmiah Hukum
dan Dinamika Masyarakat.Vol.6.No.1 Oktober 2008.Semarang: Fakultas Hukum
UNTAG;
Syafrinaldi.“Sistem Hukum Hak
Kekayaan Intelektual”.Jurnal Hukum
Respublika. Vol.4No.1 Tahun 2004. Pekanbaru: FH Universitas Lancang Kuning;
Tosato, Andrea.“Security Interest
over Intellectual Property”. Journal of
Intellectual Property Law & Practice. Vol.6 No.2 Tahun 2011;
Zaini, Ahmad. “Dinamika Perkembangan
Lembaga Jaminan Fidusia di Indonesia”. Jurnal
Al Qalam, Vol.24 No.3 September-Desember 2007. Yogyakarta: IKIP
Muhammadiyah;
Zuliyati, Ngurah Arya.“Intellectual
Capital dan Kinerja Keuangan Perusahaan”. Jurnal
Dinamika Keuangan dan Perbankan.Vol.3 No.1 Nopember 2011.Semarang:
Universitas Stikuban;
Langganan:
Postingan (Atom)